silsilah tuan guru besilam
peringatanHaul ke-98 Tuan Guru Besilam Syekh Abdul Wahab Rokan PADANG TUALANG, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi bersilaturahim ke Kampung Religi Besilam di Padang Tualang, Langkat, Jumat
Iamengatakan niatnya datang ke Besilam adalah agar mendapatkan berkah. Juga ingin melihat langsung pengganti Tuan Guru Besilam ke-10 Syekh Hasyim Al Sarwani. "Kita kemari mencari berkah. Memang setiap tahun pasti datang. Tahun ini ada yang berbeda juga. Tuan Guru nya juga baru. Kita juga mau melihat langsung Tuan Guru yang baru ini," kata
TuanGuru Besilam, Dr. Zikmal Fuad di mata Amroeni merupakan seorang guru umat pemilik sifat tawadhu' yang tinggi, ramah bertutur sapa, serta memiliki ilmu agama yang sangat luas. "Tuan Guru Besilam dulunya adalah salah satu murid saya, beliau memiliki kepribadian yang santun, cerdas, punya ilmu yang sangat luas. Kini Tuan Guru Besilam
Jumat yang diciptakan oleh tuan guru Babussalam pertama Syekh Abdul Wahab Rokan Naqsyabandy yang terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait. Adapun pemaksudan dari munajat yang akan dibahas dalam tesis ini adalah munajat yang terdiri dari 42 (empat puluh dua) bait tuan guru di atas. Dalam Kamus Umum
LANGKAT- Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi menghadiri Peringatan Haul ke-96 Tuan Guru Besilam Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsyabandi yan
Comment Faire Des Rencontres Amoureuses Sur Facebook. Syekh Abdul Wahab Rokan, pemuka tarekat yang berpengaruh di Sumatera dan Malaysia, diyakini punya banyak karomah. Karena itu kuburnya ramai diziarahi. Tapi terpenting, ia meninggalkan sejumlah karya tulis berbahasa Melayu seperti syair yang masih dilantunkan orang sampai sekarang. Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang terkenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam atau Besilam” adalah pemimpin tarekat Naqshabandiah-Khalidiah, yang tidak hanya berpengaruh di daerah Sumatera, tetapi juga sampai Semenanjung Malaya. Makamnya di di Babussalam, Tanjungpura, Sumatera Utara. Hingga kini makamnya masih diziarahi oleh ribuan umat, terutama setiap peringatan hari wafat haul-nya. Yang datang menziarahi kuburnya tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari mancanegara. Abdul Wahab, yang waktu kecil bernama Abu Qaim ini lahir pada 19 Rabi’ul Akhir 1230 H./28 September 1811 M. di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Riau, dan afat pada tanggal 21 Jumadil Awal 1345 H./27 Desember 1926 M. di Babussalam. Ayahnya, Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, keturunan raja-raja Siak yang disegani pada zamannya. Sedangkan ibunya, Arba’iah binti Datuk Dagi, masih mempunyai pertalian darah dengan Sultan Langkat. Abdul Wahab besar di lingkungan keluarga yang sangat menjunjung agama. Nenek buyutnya, H. Abdullah Tambusai, dikenal sebagai ulama besar dari golongan raja-raja. Dengan “bibit” yang demikian, Abdul Wahab sejak kecil telah terdidik, terutama dalam hal keagamaan. Setelah belajar kepada sejumlah ulama di daerahnya, pada 1846 Abdul Wahab pergi ke Semenanjung Melayu dan tinggal di Sungai Ujung Simunjung, Negeri Sembilan. Di tempat ini ia belajar kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau dan Syekh H. Muhammad Yusuf, mufti Kerajaan Langkat yang diberi digelar “Tuk Ongku”. Dua tahun kemudian ia meneruskan pelajaran ke Mekah. Kurang lebih enam tahun dia belajar di Mekah. Dan di Kota Suci ini pula Abdul Wahab ia memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat pada Syaikh Sulaiman Zuhdi sampai ia memperoleh ijazah sebagai khalifah besar tarekat Naqsabandiah-Khalidiah. Sekembalinya dari Mekah pada tahun 1852, ia mendirikan kampung yang diberi nama Tanjung Masjid di Riau, dan menyiarkan agama dan tarekat yang dianutnya, hingga Sumatera Utara dan Malaysia. Awalnya hanya mengajar di kampung yang didiriknnya itu Tanjung Masjid, daerah Kubu Bagan Siapi-api, Riau. Namun, pada 1856 ia mulai memperluas wilayah dakwahnya hingga ke Sungai Masjid, Dumai, Riau. Kemudian, ia mulai menyentuh Kualuh, Labuhan Batu pada 1860, mengajar di Tanjung Pura, Langkat 1865, Gebang 1882, dan akhirnya berpindah ke Babussalam, Padang Tualang, Langkat, sampai akhirnya. Babussalam atau Bessilam adalah kampung yang ia dirikan dan kembangkan bersama keluarga dan pengikutnya, yang merrupakan pemberian Sultan Langkat. Abdul Wahab Rokan mewariskan pemikirannya dalam beberapa tulisan. Pertama, 44 Wasiat. Kitab ini berisi pelajaran adab akhlak murid terhadap guru. Wasiat ini ditujukan kepada anak cucunya, baik anak kandung maupun anak murid. Dipesankannya agar anak cucunya menyimpan sekurang-kurangnya satu buah buku wasiat ini, dan sering-sering membacanya, seminggu sekali atau sebulan sekali dan sekurang-kurangnya setahun sekali, serta diamalkan segala apa yang disebut di dalamnya. Kedua, Syair, yang juga ditulis dalam aksara Arab-Melayu yang sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Syair Munajat pada dasarnya mengandung puji-pujian kepada Allah, doa mohon ampun dan kelapangan hidup dunia dan akhirat. Ketiga, Kumpulan Khutbah Jum’at yang dikumpulkan oleh khalifah Abdul Malik Said terdiri dari Ma’asyiral Jum’at, Ma’asyiral Mengingat Mati, Ma’asyiral Memperbanyak Bekal ke Akhirat, Ma’asyiral Bulan Rajab, Ma’asyiral Bulan Ramadan, dan Ma’asyiral Kelebihan Jum’at. Keempat, Kisah-kisah Sufistik yang isinya antara lain, Kisah Ular Hitam dan kisah tentang Nabi Sulaiman. Kisah-kisah tersebut ditulis dengan bahasa daerah Melayu asli. Abdul Wahab Rokan selain dikenal dengan sifat zuhud atau asketisnya, yang senantiasa mengingatkan murid-muridnya untuk tidak bermegah-megah dengan dunia dan kebesarannya, juga dipercayai para pengikut tarekatnya memeliki sejumlah karamah, atau kekuatan supernatural yang umum dimiliki para aulia. Di antaranya yang paling populer adalah mencukupkan makanan yang sedikit untuk orang banyak. Diceritakan, ketika warga bergotong gotong-royong membangun anak sungai di Kampung Babussalam, nasi bungkus yang akan dibagikan kepada warga ternyata jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah orang yang kerja bergotong-royong itu. Syekh lalu meminta nasi yang sudah sempat dibagikan itu dikumpulkan dalam sebuah bakul. Kemudian ia menutupi bakul itu dengan selendangnya dan berdoa. Beberapa saat setelah itu, para petugas kemudian membagikan kembali nasi bungkus itu, dan ternyata jumlahnya lebih dari cukup. Kabar lain menyebutkan, ia bisa mendorong perahu-perahu dengan mudah, padahal perahu-perahu itu sangatlah berat dan tak mampu didorong oleh seorang saja. Syahdan, pemerintah kolonial pernah menuduh Syeikh Abdul Wahab membuat uang palsu, hanya semata karena mereka tidak pernah melihat ia kekurangan uang. Lantaran tersinggung, ia pun meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Pada saat hijrah itulah ia menyempatkan waktu mengembangkan tarekat Naqshabandiah di Malaysia. Anehnya, selama Syekh Abdul Wahab meninggalkan kampung halamannya, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij sekarang bernama Pertamina di Langkat menjadi kering. Ikan di sekitar peraairan Langkat pun raib. Tak syak lagi, para pembesar Langkat pun cemas dibuatnya. Akhirnya Syekh Abdul Wahab dijemput dan dimohon untuk kembali ke Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Satu lagi, ketika Syekh Abdul Wahab ikut perang melawan Belanda di Aceh pada tahun 1891, ia mampu terbang, melayang di udara, lalu menyerang musuh dengan gagah perkasa, sementara tubuhnya tidak mempan oleh senjata apa pun yang dipunyai Belanda kala itu.
BAB II PROFIL DESA BESILAM DAN BIOGRAFI TUAN GURU BABUSSALAM Profil Desa Besilam Kampung Islam Besilam atau juga dikenal Babussalam, terletak di kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Letak kampung Besilam ini berjarak sekitar 75 kilometer dari kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara. Sejarah berdirinya kampung Besilam ini sangat erat dengan keberadaan Kesultanan Langkat, di mana sang pendiri kampung Besilam ini adalah guru atau ulama agama Islam bagi kerabat kesultanan dan juga masyarakat Langkat pada waktu itu. Kampung Basilam atau Babussalam ini didirkan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan pada 1811-1926, seorang penganut Tarekat Naqsabandiyah yang telah memperdalam ilmu agama di tanah jarizah Arab. Sekembalinya ke tanah kelahiran Indonesia, Syehk Abdul Wahab Rokan mengajarkan ilmu Tarekat Naqsabandiyah kepada para murid dan pengikutnya. Pada saat itu Sultan Musa, sultan pertama Langkat, yang menurut kabarnya bersepupu dengan Syekh Abdul Wahab Rokan, dan memberikan beliau sebidang tanah untuk Syekh Abdul Wahab Rokan agar mendirikan sebuah perkampungan Islam, mengingat kesultanan Langkat yang beretnis Melayu memeluk agama Islam begitupun juga masyarakat Melayu pada umumnya. Karena banyak masyarakat yang menganut dan mengamalkan ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan, maka saat itu Syekh Abdul Wahab Rokan pun dijuluki gelar oleh para pengikutnya dengan sebutan Tuan Guru Babussalam yang berarti guru keselamatan, maka kampung yang ditempati oleh Tuan Guru Babussalam dinamai dengan Babussalam atau Besilam. 30 Setelah wafatnya sang Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan pada hari Jumat 27 Desember 1926, ajaran Tarikat Naqsabandiyah yang diajarkannya kepada para murid dan pengikutnya masih terus diamalkan oleh para murid yang menggantikan peran Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai penyiar Islam di tanah Langkat. Maka setelah wafatnya Syekh Abdul Wahab Rokan, kampung Besilam memiliki Tuan Guru Babussalam atau Tuan Guru Besilam lainnya yang terus mengajarkan ajaran Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan dan mendirikan syiar Islam. Begitupun setelah Tuan Guru lainnya wafat, maka akan ditunjuk Tuan Guru lainnya sebagai pemimpin umat. Keadaan kampung Besilam sangat tenang, berada jauh dari pusat keramaian, dan hanya dikelilingi oleh perkebunan karet dan sawit, membuat kampung ini sangat baik untuk melakukan tarekat dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebuah pesantren pun berdiri kokoh di tengah kampung, selain itu terdapat dua buah masjid, satu masjid yang menjadi makam bagi Syekh Abdul Wahab Rokan dan satunya merupakan masjid yang digunakan oleh santri dan warga kampung untuk beribadah. Sementara masyarakat yang tinggal di wilayah Babussalam pun sehari-harinya sangat menjunjung tinggi agama dan norma Setiap tahunnya ada sebuah hajatan besar yang bernama HUL atau Hari Ulang Tahun untuk mengenang Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Pada peringatan HUL ini para jemaah yang berasal di sekitar pesisir pantai timur Sumatera propinsi Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, bahkan para jemaah yang datang dari luar negeri juga banyak seperti dari Malaysia, Singapura, Brunei, sampai beberapa negara Asia, berdatangan ke kampung Besilam untuk turut bertarekat. Selain pada HUL tersebut setiap harinya kampung Besilam ini 31 selalu ramai dikunjungi oleh para pejiarah dan jemaah yang datang untuk bertemu dengan Tuan Guru Babussalam. Tidak hanya masyarakat biasa saja yang ramai berjiarah dan mendalami agama ke kampung Besilam ini, bahkan para pejabat dan tokoh masyarakat yang ingin mendapatkan keinginannya dalam hal tertentu seperti posisi publik, datang menemui Tuan Guru Babussalam untuk meminta restu dan doa. 31 SEJARAH BABUSSALAM Secara etimologis, "besilam" berarti pintu ini pertama sekali dibangun oleh Almarhum Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Ia adalah seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah. Di desa ini terdapat makam Syekh Abdul Wahab Rokan yang dikenal juga dengan Syekh Besilam yang merupakan murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah. Tampak sekilas, desa Besilam mirip dengan sebuah pesantren yang terpencil, teduh, asri dan ada Mesjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung disebelah masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selain terdapat makam dia, dikampung ini juga merupakan pusat penyebaran Tharikat Naqsybandiah Babussalam yang sekarang dipimpin oleh tuan Guru Syekh H. Abdul Hasyim Al lebih dikenal Tuan Guru Hasyim. Nama lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 19 Rabiulakhir 1230 31 H. Ahmad Fuad Said, Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, Pustaka Babussalam 32 H/28 September 1811 M. Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jum'at, 21 Jamadilawal 1345 H/27 Desember 1926 M. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang 'abid dan cukup terkemuka pada saat itu, sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama "Babussalam" atau "Besilam" ini dibangun pada 12 Syawal 1300 H 1883 M yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya. Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut, enam buah diantaranya diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya'ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal dan Khutbah Dzulqa'dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan 33 empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jum'at, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam dan Khutbah Dosa Sosial. Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Sebagai seorang yang sangat dipuja pengikutnya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan cukup dikeramatkan oleh penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat tentang dia yang cukup populer di kalangan masyarakat Langkat, diantaranya pada suatu masa pihak Belanda merasa curiga karena ia tidak pernah kekurangan uang. Lantas mereka menuduhnya telah membuat uang palsu. Ia merasa sangat tersinggung sehingga ia meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Sebagai informasi, pada saat itulah kesempatan dia mengembangkan tarekat Naqsabandiyah di Malaysia. Selama kepergiannya itu, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij sekarang Pertamina di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan sekitar Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan kepada para penguasa Langkat. Akhirnya ia dijemput dan dimohon untuk menetap kembali di Babussalam. Setelah itu sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Kaum buruh dan nelayan senang sekali. Walaupun Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem 34 kolonialisme. Ia mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu dengan Tjokroaminoto dan mendirikan cabang Syarikat Islam di Babussalam di bawah pimpinan H. Idris Kelantan. Nama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan sendiri tercantum sebagai penasihat organisasi. Dia juga pernah ikut terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H. Menurut cerita dari pihak Belanda yang pada saat itu sempat mengambil fotonya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa, menyerang dengan gagah perkasa dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau meriam. Sesudah dia wafat, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke kuburnya. Bertepatan dengan hari wafat Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan diadakan acara haul besar peringatan wafat Tuan Guru Pertama, yakni pada tanggal 21 Jumadil Awal setiap tahunnya. Pada saat acara inilah datang ribuan murid dan peziarah dari seluruh pelosok Asia dan Indonesia ke Besilam. Di hari pertama dan kedua haul, pada malam hari seusai salat Isya, para khalifah sebutan pengikutnya dan peziarah melakukan dzikir di depan makam Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan. Peziarah datang ke sini selain untuk mengikuti acara dzikir bersama di makam Tuan Guru, juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru Besilam. Di saat ini pulalah desa Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis ke sana membawa ribuan wisatawan, khalifah dan peziarah. 32 32 diakses pada tanggal 25 juli 2014 Pukul Wib 35 Tarekat Naqsyabandiyah Tarekat Naqsyabandiyah di desa Besilam ini pada awal mulanya didirikan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan pada tahun 1811. Beliau merupakan keturunan silsilah ke tiga puluh tiga dari pendiri utama Tarekat Naqsyabandiyah yaitu Baha al-Din Naqsyabandi yang merupakan keturunan dari Sulaiman Zuhdi seorang guru Tarekat Naqsyabandiyah yang banyak memiliki murid sebagai pengembang Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Secara resmi Syekh Wahab Rokan ini mendapat ijazah dan mandat dari Sulaiman Zuhdi untuk mengembangkan tarekat ini ke daerah berbasis etnis Melayu sesuai dengan etnis pendiri Tarekat Naqyabandiyah Besilam ini. Penyematan label “Babussalam” di belakang nama tarekat ini berkaitan dengan nama kampung yang didirikan oleh Syekh Wahab Rokan sendiri yang disebut dengan nama “Kampung Babussalam”, yang merupakan terinsipirasi dari nama sebuah pintu yang ada di Masjidil Haram tempat Syekh Wahab Rokan “nyantri” ketika beliau menuntut ilmu di Mekah. Penting untuk dikemukakan bahwa Rokan sendiri sesuai dengan laqab dibelakang namanya sebenarnya merupakan nama sebuah daerah yang ada di Provinsi Riau, yaitu Rokan Hulu, tetapi dalam perkembangannya Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini justru berpusat di daerah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang juga dikenal sebagai daerah berbasis etnis Melayu karena selain di Riau dan juga sampai ke Malaysia Rokan juga lama menetap di Langkat hingga akhir hayat. 36 Sebagai sebuah tarekat yang memiliki ciri umum menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini adalah kemampuan dialektika politik dengan penguasa lokal, sehingga tarekat ini dapat diterima sebagai sebuah ordo resmi dalam masyarakat yang ada di Langkat dan Sumatera. Apa yang dikemukakan ini, tentu saja berkaitan dengan kemampuan pendiri Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini dalam “mempengaruhi” Sultan Langkat ketika itu. Bahkan, penguasa lokal itu menjadi bagian dari pengamal dan pelindung Tarekat Naqsyabandiyah Besilam itu sendiri, sehingga tidak terlalu mengherankan kalau Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Langkat karena didukung kekuatan penguasa. Tidak hanya itu, Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini mendapat pengakuan khusus oleh penguasa lokal, yang dibuktikan dengan adanya penyediaan lahan sebagai pusat aktifitas tarekat yang berasal dari hadiah Sultan Langkat kepada Rokan untuk mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini. Dalam perkembangannya, Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini tidak pernah berhenti dikunjungi oleh para peziarah yang terlibat dalam ordo Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ataupun tidak baik ketika pendiri tarekat ini masih hidup ataupun setelah wafat dan dilanjutkan zuriatnya, datang untuk berkunjung dan sekaligus menyampaikan berbagai hajat keinginan. Sebab Tarekat Naqyabandiyah Besilam ini dalam pandangan masyarakat Sumatera Utara merupakan sebuah tempat karamah yang dianggap dapat mendatangkan kebaikan bagi setiap pengunjung. Untuk itu, Tarekat Naqsyabadiyah Besilam ini menjadi sangat dikenal luas di masyarakat selain sebagai ordo juga sebagai referensi keagamaan 37 tradisional yang berafiliasi dalam upaya menjaga dan mengembangkan tradisi yang ada di dalam masyarakat. Posisi Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini mengikuti pengklasifikasian tarekat konvensional merupakan bagian dari tarekat mutabarah yang memiliki silsilah yang terhubung langsung kepada Nabi Muhammad, melalui jalur Abu Bakar dan tabiin dan tabi tabiin yang dikenal luas dalam khazanah tasawuf. Eksistensi Tarekat Naqsyabandiyah Beslam sebagai bagian dari tarekat mutabarah ini tentu saja memiliki pengaruh tersendiri dalam upaya penyebarluasan tarekat karena biasanya tarekat yang dianggap sebagai bagian dari yang mutabarah akan mendapat dukungan dari penguasa dan institusi keagamaan yang ada di masyarakat, sehingga Tarekat Naqsyabandiyah Besilam dapat berkembang secara baik sebagaimana saat ini telah menyebarluas ke berbagai daerah yang berbasis etnis Melayu, baik yang ada di dalam negeri ataupun luar negeri sebagai penegasan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah Besilam ini memiliki pengaruh yang besar dalam masyarakat etnis Melayu. Beliau memimpin Tarekat Naqsyabandiyah di Desa Besilam periode 1811 sampai dengan 1926. 33 MEMBANGUN BABUSSALAM Kedatangan Tuan Guru Babussalam yang pertama Syekh Abd. Wahab disambut istimewa oleh Sultan Langkat, mula-mula menempatkan Tuan Guru Syekh Abd. Wahab dan rombongan di Gebang Desa puteri. Kemudian baginda Sultan Langkat menawarkan tempat kediaman tetap ialah di Kampung Lalang yang jaraknya 1 km dari kota Tanjung Pura. Akan tetapi menurut pertimbangan 33 H. Ahmad Fuad Said, ibid Hal 105 38 beliau tempat tersebut kurang sesuai, maka Tuan Guru memohon agar diberikan sebidang tanah untuk perkampungan, dimana Tuan Guru Syekh Abd. Wahab dapat beribadah dan mengajar ilmu agama dengan leluasa. Kata-kata “ Babussalam “ berasal dari bahasa arab, terdiri dari dua buah kata, yaitu “ Bab “ artinya “ pintu “ dan “ Salam “ artinya “ keselamatan “ atau “ kesejahteraan “, semoga penduduknya memperoleh kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat. Pada saat itu Tuan Guru Syekh Abd. Wahab teringat kepada salah satu pintu Masjidil Haram, Mekah yang sering dilalui beliau. Berhubungan kegiatannya lebih banyak memimpin umat, sebagai guru agama, maka beliau lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Besilam. Babussalam dibangun oleh Tuan Guru Syekh Abd. Wahab agar masyarakat Besilam menjalankan shalat berjamaah, suluk terus menerus dan wirid-wirid lainnya, seperti membaca yasin setiap malam jum’at. Setiap pagi dan sesudah shalat zuhur Tuan Guru Syekh Abd. Wahab mengajar mengaji semua masyarakat desa Besilam, semua kegiatan itu dipusatkan di Madarasah Besar, murid-muridnya dari hari ke hari semakin bertambah dan khalifah-khalifahnya semakin banyak. Kampung Babussalam yang kecil ini, diatur sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu daerah yang berstatus etonomi. Ditetapkan suatu peraturan yang wajib ditaati oleh penduduk. Peraturan-peraturan itu termasuk dalam sebuah risalah “ peraturan-peraturan Babussalam “. Dalam menjalankan peraturanperaturan ini, beliau tidak pilih kasih dan tidak pandang buluh. Siapa yang melanggar peraturan, dihukum, walaupun anak kandung sendiri. Adakalanya 39 orang yang melanggar peraturan itu disuruh tobat didepan Madrasah besar selama beberapa jam. Bila kesalahan itu agak berat, maka beliau mengusir orang tersebut dari Babussalam. Orang-orang yang tidak beragama islam, tidak dibenarkan tinggal menetap dikampung ini. termasuk larangan merokok didepan umum, berpangkas, berkopiah hitam atau peci, penduduk harus berkopiah putih atau bersorban. Wanita dilarang memakai perhiasan yang mencolok, penduduk tidak dibenarkan memakai tempat tidur besi dan tidak boleh mengutamakan kemewahan dunia, hingga rumah tidak boleh dibuat dari kayu keras. Hanya cukuplah lantai papan, dinding tepas, dan atap nipah. Karena menurut beliau semua harta didunia ini akan tinggal sesudah kita mati, beliau sendiri makan dalam piring kayu, atau upih dan minum dalam tempurung. 34 Setelah wafatnya sang Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan pada hari Jumat 27 Desember 1926, ajaran Tarikat Naqsabandiyah yang diajarkannya kepada para murid dan pengikutnya masih terus diamalkan oleh para murid yang menggantikan peran Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai penyiar Islam di tanah Langkat. Maka setelah wafatnya Syekh Abdul Wahab Rokan, kampung Besilam memiliki Tuan Guru Babussalam atau Tuan Guru Besilam lainnya yang terus mengajarkan ajaran Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan dan mendirikan syiar Islam. Begitupun setelah Tuan Guru lainnya wafat, maka akan ditunjuk Tuan Guru lainnya sebagai pemimpin umat. 34 H. Ahmad Fuad Said, ibid hal 46 40 Biografi Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi, lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Adalah seorang wali Allah, pemimpin thariqat Naqsyabandiah, ulama terkemuka dan pahlawan nasional, tergolong perintis kemerdekaan bangsa dan negara. Perjuangan menyebarkan ajaran-ajaran islam ke segenap penjuru baik di dalam maupun di luar negeri dan usahausahanya menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara, tetap akan tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah. Selama perjalanan hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama dan kejayaan negara. Beliau telah membuka dan membangun beberapa buah desa di Sumatera Utara dan Malaysia, dengan mendirikan perguruan, asrama latihan rohani, rumah ibadat, mushalla dan langgar, balai kesehatan, asrama sosial, untuk menampung fakir miskin, yatim piatu dan janda serta gedung serba guna lainnya untuk keperluan umum. 35 Syekh Abdul Wahab dilahirkan dan dibesarkan dikalangan keluarga bangsawan yang taat beragama, berpendidikan dan sangat dihormati. Ia lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230 H di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau dan diberi nama Abu Qosim. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang abid dan cukup terkemuka pada saat itu. Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki 35 ibid 41 pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. 36 Masa remaja Syekh Abdul Wahab, lebih banyak dipenuhi dengan mencari dan menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia menamatkan pelajaran Alquran pada Sholeh, seorang ulama besar yang berasal dari Minangkabau. Setelah menamatkan pelajarannya dalam bidang alQuran, Syekh Abdul Wahab melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan belajar pada Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid, tafsir dan fiqh. Disamping itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah, manthiq dan arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan adalah Fathul Qorib, Minhaj al–Thalibin dan Iqna’. Karena kepiawaiannya dalam menyerap serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh gurugurunya, ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh. 37 Syekh Abdul Wahab kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap ilmu pengetahuan dari Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang di Malaka. Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun pada guruguru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan 36 37 ibid ibid 42 tarekat pada Syekh Sulaiman Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah” Pada saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain pernah diminta untuk membersihkan wc dan kamar mandi guru mereka. Saat itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh Abdul Wahab. Beliau melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati. Setelah semua rampung, Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan, mudahmudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan dihormati oleh termasuk para raja. Setelah kurang lebih enam tahun di Mekah, beliau kembali ke Riau. Di sana, ia yang saat itu berusia 58, mendirikan Kampung Mesjid. Dari sana, ia mengembangkan syiar agama dan tarekat yang diamalnya, hingga Sumatra Utara dan Malaysia. Namanya pun semerbak. Raja di berbagai kerajaan di Riau dan Sumatra Utara mengundangnya. Suatu ketika, Sultan Musa Al-Muazzamsyah dari Kerajaan Langkat, gundah. Putranya sakit parah dan akhirnya wafat. Rasa kehilangan ini tak terperikan. Syekh H M Nur yang sahabat karib Wahab saat di MAkkah menjadi pemuka agama di kerajaan, menyarankan agar Sultan bersuluk di bawah bimbingan Wahab. Sultan menyetujui dan mengundang Wahab. Beliau pun datang ke Langkat. Ia mengajarkan tarekat Naqsyahbandi dan bersuluk kepada Sultan. Setelah berulang bersuluk, Sultan Musa yang belakangan melepaskan tahtanya dan memilih menekuni agama memenuhi saran Wahab, menunaikan ibadah haji, sekaligus bersuluk kepada Sulaiman Zuhdi di Jabal 43 Kubis. Berkat kekariban hubungan guru-murid, Sultan Musa menyerahkan sebidang tanah di tepi Sungai Batang Serangan, sekitar 1 km dari Tanjung Pura. Sultan berharap gurunya dapat mengembangkan syiar agama dari tanah pemberiannya. Wahab menyetujui dan menamakan kampung itu Babussalam pintu keselamatan. Maka pada 15 Syawal 1300 H, ia bersama ratusan pengikutnya, menetap di sana. 38 Babussalam berkembang menjadi kampung dengan otonomi khusus. Menjadi basis pengembangan tarekat Naqsyahbandiyah di Sumatra Utara, Wahab membentuk pemerintahan’ sendiri di kampung itu. Perangkatnya antara lain dengan membuat Lembaga Permusyawaratan Rakyat Babul Funun. Hingga kini, kampung itu terjaga sebagai pusat pengembangan tarekat Naqsyahbandiyah. Tetap mendapatkan perlakuan khusus dari Pemda setempat, aktivitas sehari-hari ditandai dengan kegiatan suluk setiap hari dipimpin khalifah. Saat ini khalifah kesepuluh Syekh H Hasyim yang memimpin. Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama “Babussalam” ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H 1883 M yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya. Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk 38 ibid 44 khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. 39 Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya’ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa’dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa Sosial. Wasiat atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru” adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah tarekat, khususnya kepada anak cucu / dzuriyat-nya. Wasiat ini ditulisnya pada hari Jumat tanggal 13 Muharram 1300 H kira-kira sepuluh bulan sebelum dibangunnya Kampung Babussalam. Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. 40 Dalam Munajat ini, terlihat bagaimana keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah Saw. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang 39 40 ibid ibid 45 diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja. Sayangnya, sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi. Sementara itu, naskah asli Syair Sindiran telah diedit dan dicetak ulang dalam Aksara Melayu Indonesia oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh Muhammad Daud al-Wahab Rokan pada tahun 1986. Selain khutbah-khutbah, wasiat maupun syair-syair, Syekh Abdul Wahab juga meninggalkan berbait-bait pantun nasehat. Pantun-pantun ini memang tidak satu baitpun tertulis namun sebagian diantaranya masih dihafal oleh sebagian kecil anak cucunya secara turun temurun. Menurut Mualim Said, -salah seorang cucu Syekh Abdul Wahab yang menetap di Babussalam saat ini- ia sendiri masih hafal beberapa bait pantun tersebut, seperti halnya dengan Syekh H. Hasyim AlSyarwani, Tuan Guru Babussalam sekarang. Dalam karya-karya tulisnya inilah, akan terlihat pemikiran-pemikiran sufistik Syekh Abdul Wahab seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut. 41 Setelah Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan wafat Babussalam pada saat ini dipimpin oleh Syekh Abdul Hasyim Al Syarwani atau dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam, beliau dilahirkan pada tanggal 22-Agustus-1942 di desa Besilam. Semasa kecil Tuan Guru Babussalam sekolah disalah satu sekolah yang bernama Sd Syanawiah Qus’wali selama tiga tahun mulai dari tahun 1954 – tahun 1957, setelah tamat dari Sd pada tahun 1958 Tuan Guru Babussalam melanjutkan sekolah ke salah satu SMP di Padang Tualang, setelah itu Tuan Guru Babussalam melanjutkan sekolah dimedan pada tahun 1960. Setelah menyelesaikan sekolahnya Tuan Guru Babussalam ikut dalam sebuah 41 ibid 46 organsisasi yang pada saat itu bernama Perkapen PGRI Golkar. Setelah selesai mengikut organisasi Tuan Guru Babussalam mendalami agama islam dengan selalu belajar membaca Al Qur’an dan mengikuti suluk yang pada saat ini menjadi ajaran yang harus dilakukan setiap orang yang ingin menjadi Tuan Guru Babussalam. Sebelum menjadi Tuan Guru Babussalam beliau adalah seorang Guru disalah satu madrasah yang berada di lingkungan Tuan Guru Babussalam. Pada Tahun 1971-1982, Tuan Guru Babussalam ikut bergabung disalah satu partai politik yaitu partai Golkar, setelah itu Tuan Guru Babussalam mendalami ajaran tarekat Naqsyabandiyah, selama mendalami ajaran tarekat Naqsyabandiyah Tuan Guru Babussalam melakukan suluk. 42 Menurut KBBI suluk merupakan suatu kegiatan yan dilakukan seseorang demi mencapai ketahap jalan ke arah kesempurnaan batin, tasawuf, tarekat dan mistik. Syekh Abdul Hasyim Al Syarwani yang lebih dikenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam” Besilam, adalah salah seorang ulama terkemuka dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. Sebahagian besar hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama. Murid-murid dan khalifahkhalifahnya hingga kini tersebar luas kesegenap penjuru baik didalam maupun di luar negeri seperti Batu Pahat, Johor Bahru, Penang, Ipoh, Kuala Lumpur di Malaysia, dan Thailand. Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang menjabat sebagai pimpinan mursyid. Kedua tuan guru ini memiliki tempat 42 Hasil wawancara dengan Bapak Silahuddin Harahap Pada Tanggal 28 juli 2015 47 persulukan yang berbeda lokasi di Babussalam. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena masih satu garis keturunan dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh Muhammad Daud dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun 1948. Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan Besilam Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah besar saat ini dipimpin oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin Muhammad Daud. BESILAM ATAS Tuan Guru I Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M Tuan Guru II Syekh Yahya Afandi Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M Tuan Guru III Syekh Abdul Manaf Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M Tuan Guru IV Syekh Abdul Jabbar Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942 M Tuan Guru V Syekh Muhammad Daud Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M Tuan Guru VI Syekh Fakih Tambah Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972 M Tuan Guru VII Syekh Abdul Mu’im Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981 M 48 Tuan Guru VIII Syekh Maddayan Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M Tuan Guru IX Syekh Pakih Sufi Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M Tuan Guru X Syekh Anas Mudawar Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997 M Tuan Guru XI Syekh Hasyim Al Syarwani Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M sampai dengan sekarang. BESILAM BAWAH Tuan Guru I Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M Tuan Guru II Syekh Muhammad Daud Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-1972 M Tuan Guru III Syekh H Tajuddin Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang. 43 Kekuatan Sosial Politik Hasil Pemilu 2014 Pada April 2014 diadakan kembali Pemilu untuk memilih wakil rakyat di DPR Pusat, DPRD Propinsi, dan DPRD Kab/Kota. Jumlah partai yang ada, berkurang dari 44 partai pada Pemilu tahun 2009 menjadi 15 partai pada Pemilu 2014, yang terdiri 3 partai lokal dan 12 partai nasional. Pemilu 2014 di Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa perolehan suara Partai Golongan Karya Golkar yang mendominasi hasil Pemilu tahun 2014 yang menggeser Partai Demokrat. 43 Hasil wawancara dengan Bapak Silahuddin Harahap Pada Tanggal 28 juli 2015 49 Dari 15 partai peserta Pemilu 2014 ada 5 partai yang menonjol dalam perolehan suara, yaitu partai Demokrat, PDIP, Golkar, Gerindra dan Partai Hati Nurani Rakyat Hanura. Jumlah suara sah yang diperoleh untuk Partai peserta pemilu di Kabupaten Langkat sebanyak suara. Untuk 5 partai terbesar sebanyak suara dengan rincian suara untuk Partai Golkar; suara untuk Partai Demokrat; suara untuk Partai PDI-P; suara untuk Gerindra; dan untuk Hanura dari perolehan suara. Dari hasil Pemilu 2014 ada 50 orang wakil rakyat yang duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Langkat dengan rincian 11 orang dari Partai Golkar, 8 orang dari Partai Demokrat, 6 orang dari PDI-P, 5 orang dari Partai Gerindra dan Nasdem 4 kursi. Sedangkan PKS, PPP, Hanura dan PBB masing-masing 3 kursi serta PKB dan PAN 2 kursi. 44 . Penduduk Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 154,48 jiwa per Km². Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Langkat pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2000 adalah sebesar 0,88 persen per tahun. Untuk tahun 2014 berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapatdi Kecamatan Stabat yaitu sebanyak jiwa dengan kepadatan penduduk 765,03 jiwa per Km², sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Pematang Jaya sebesar jiwa. Kecamatan Binjai merupakan Kecamatan yang paling padat 44 Hasil Rekapitulasi KPU Langkat Tahun 2014 50 penduduknya dengan kepadatan jiwa per Km² dan Kecamatan Bahorok merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 36,57 jiwa per Km². Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak Laki-laki dibandingkan penduduk Perempuan. Pada tahun 2014 jumlah penduduk laki-laki sebesar jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,41 Tabel Luas Wilayah, Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kecamatan Luas Penduduk Kepadatan Jenis Kelamin Wilayah jiwa jiwa/km2 Laki2 Perempuan 1,101,83 40,297 36,57 20,194 20,103 Serapit 98,50 16,083 163,28 8,103 7,980 Salapian 221,73 26,195 118,14 13,168 13 027 Kutambaru 236,84 13,552 57,22 6,885 6,667 Sei Bingai 333,17 48,865 146,67 24,363 24,502 Kuala 206,23 39,577 191,91 19,717 19,860 Selesai 167,73 70,184 418,43 35,318 34,866 Binjai 42,05 42,972 1,021,93 21,800 21,172 Stabat 108,85 83,273 765,03 41,207 42,066 Wampu 194,21 41,041 211,32 20,802 20,239 Batang 899,38 35,390 39,35 18,058 17,332 209,10 25,466 121,79 12,762 12,704 221,14 47,178 213,34 23,507 23,671 km2 Bahorok Serangan Sawit Seberang Padang 45 Ibid hal 55-56 51 Tualang Hinai 105,26 48,325 459,10 24,325 24,000 Secanggang 231,19 66,054 285,71 33,257 32,797 Tanjung Pura 179,61 65,175 362,87 32,873 32,302 Gebang 178,49 43,007 240,95 21,679 21,328 Babalan 76,41 57,042 746,53 29,032 28,010 Sei Lepan 280,68 47,320 168,59 24,095 23,225 Brandan 89,80 22,167 246,85 11,378 10,789 Barat Besitang 720,74 44,438 61,66 22,443 21,995 Pangkalan 151,35 42,002 277,52 21,118 20,884 Susu Pematang 209,00 13,131 62,83 6,699 6,432 Jaya Jumlah 6,263,29 978,734 156,27 492,783 485,951 Sumber /Source BPS Kabupaten Langkat / BPS-Statistics of Langkat Regency 52
Tanjung Pura merupakan sebuah kota di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang pernah menjadi pusat penyebaran Islam. Hingga saat ini, identitas keIslaman dari kota ini masih sangat kuat. Identitas sebagai kota para ulama juga masih melekat erat pada kota tua penuh sejarah ini. Salah satu ulama terkemuka yang berkontribusi besar dalam pembentukan keagamaan masyarakat Tanjung Pura adalah Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidy Hidup Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidy NaqsabandiSyekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidy Naqsabandi atau yang sering disebut dengan Tuan Guru Besilam, dilahirkan pada 19 Rabiul Awal 1230 H/ 28 September 1830 M, dan meninggal pada 21 Jumadil Awal 1345 H/ 27 Desember 1926 M, pada usia 115 tahun. Ia berasal dari kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampr, Provinsi Riau Rokan dinisbantkan kepada daerah asalnya. Ia meninggal dan dimakamkan di Babussalam. Hingga saat ini, pemakamannya masih dapat disaksikan di kampung Babussalam dan senantiasa ramai diziarahi oleh para kecilnya, ia dinamai dengan Abu Qasim. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, yang merupakan keturunan dari raja Siak. Ibunya bernama Abdul Wahab Rokan Al-Khalidy NaqsabandiSyekh Abdul Wahab Rokan, berasal dari keluarga yang terkenal sebagai alim besar dan shalih. nenekandanya, yakni Haji Abdullah Tembusai merupakan seorang ulama yang disegani di daerahnya. Diriwayatkan dalam sebuah sumber bahwa syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seseorang yang berpenampilan sederhana, ia berperawakan sedang, kulitnya putih kuning, air mukanya bersih dan menarik hati setiap orang yang melihatnya. Ia berakhlak baik, tekun beribadah, zhid, dan senantiasa melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah. Ia juga merupakan seseorang yang istiqomah dan teguh berusia dua tahun, ibunya meninggal dunia. Hal ini kemudian menjadikan ia diasuh oleh ayahnya. Ayahnya inilah yang kemudian menjadi madrasah pertama bagi syekh Abdul Wahab Rokan dalam mempelajari ilmu agama. Sepeninggal ayahnya, ia tinggal bersama kakaknya, yakni Seri Barat dan M. ia lanjutkan dengan belajar ke Tembusai. Ia juga pernah belajar ke Malaysia dengan salah seorang gurunya, bernama Syekh H. Muhammad Yusuf, yang lebih dikenal dengan Tuk Ongku. Setelah dua tahun belajar di Malaysia, akhirnya ia berniat untuk pergi belajar ke Ilmu ke MakkahPada tahun 1280 H, ia berangkat ke Makkah. Ia kemudian berguru kepada banyak guru di Mekkah, di antaranya adalah syekh Sulaiman Zuhdi yang merupakan seorang pemimpin tarekat Naqsabandiyah di Syekh Abdul Wahab untuk mendalami Tasawuf ketika di Makkah adalah ketika ia melihat dan membandingkan antara kehidupan fuqoha dengan kehidupan para sufi yang cenderung lebih sederhana. Maka dari itu, ia kemudian memutuskan untuk mempelajari proses memperdalam pengetahuannya tentang tasawuf, ia mempelajari kitab ihya ulumuddin, yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali, serta beberapa kitab lainnya. Pengetahuannya berkaitan dengan tarikat dikembangkannya dengan belajar lebih dalam kepada syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abi Kubis, Makkah. Ia bersungguh-sungguh dalam mempelajari tarikat ini, hingga akhirnya ia mendapat ijazah dari syekh Sulaiman Zuhdi sebagai penanda diperbolehkannya ia untuk menyebarkan ajaran Tariqat Naqsabandiyah. Sejak saat itulah, ia digelari dengan nama syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi ke Indonesia dan Menyebarkan Ajaran TarekatSetelah enam tahun belajar di Makkah, ia kembali ke Indonesia dan mulai menyebarkan ajaran tariqat Naqsabandiyah. Ia behasil menjadi ulama termasyhur di Indonesia. Hal ini kemudian membuat salah seorang sultan dari kesultanan Langkat, yakni Sultan Musa untuk mengundang syekh Abdul Wahab Rokan datang ke Langkat untuk mengajar di Langkat. Pada tahun 1865 M, ia dan pengikutnya mulai mengajar di awalnya, ia masih belum menetap di Langkat. Hingga pada suatu saat, Sultan Musa memberikan tawaran kepadanya untuk menetap di Langkat. Tawaran ini diterima oleh syekh Abdul Wahab Rokan. Sultan Musa kemudian memberikan sebuah daerah di hulu Sei Batang Serangan untuk dijadikan tempat menetap syekh Abdul Wahab beserta pengikutnya, dan didirikanlah sebuah perkampungan yang diberi nama “Babussalam”, yang berasal dari kata “bab, yang artinya pintu, dan salam, yang artinya keselamatan.”. jadi, secara bahasa, Babussalam berarti “pintu keselamatan”. Pada perkembangannya, kampung ini kemudian dijadikan sebagai pusat pengajaran dan penyebaran tarikat Naqsabandiyah di Sumatera Utara yang terkenal hingga ke Abdul Wahab Rokan beserta pengikutnya kemudian membuka dan mengembangkan kampung ini secara bersama-sama. Melalui pengajaran tarikat yang diberikan, kampung ini menjadi sebuah kampung dengan nilai keIslaman yang sangat tinggi, bahkan hingga saat ini. Kampung ini dijadikan sebagai daerah otonomi tersendiri, yakni daerah antara keistimewaannya adalah kampung ini tidak dikenakan beban pajak oleh kesultanan Langkat pada waktu itu, dan pemerintah saat ini. Selain itu, kampung ini juga pernah menjadi kampung teladan yang berhasil mengembangkan pertanian pada masa syekh Abdul Wahab daerah istimewa, kampung ini diatur dengan aturan-aturan yang dibuat oleh syekh Abdul Wahab Rokan sebagai pemimpin tertinggi di Babussalam. Begitulah gambaran dari kampung Babussalam yang kemudian dikenal dengan Besilam di bawah pimpinan syekh Abdul Wahab saat ini, kampung ini menjadi kampung yang ramai dikunjungi oleh para peziarah yang ingin menziarahi makam syekh Abdul Wahab Rokan, maupun orang-orang yang ingin belajar tarikat Naqsabandiyah. Babussalam tetap berseri, lestari dengan segenap adat istiadat dan wasiat dari tuan Guru Besilam Babussalam, Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi RujukanBiografi Ulama Besar Langkat Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, diterbitkan di Stabat, oleh Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kesultanan Langkat, ditulis oleh Djohar Arifin Pertumbuhan Kesultanan Langkat, Deli, dan Serdang, ditulis oleh Usman Pelly, Ratna R., dan T. Ibrahim Alfian. Diterbitkan di Jakarta, tahun 1986, oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Sejarah Masjid Azizi Tanjung Pura-Langkat-Sumatera Utara, ditulis oleh M. Kasim Abdurrahman. Diterbitkan di Jakarta, tahun 2011, oleh Melayu, oleh Ahmad dalam Sejarah dan Perjuangan Kemerdekaan, ditulis oleh Zainal Arifin. Diterbitkan di Medan, tahun 2002, oleh Mitra Posts
Secara etimologi, karamah karomah berarti penghormatan atau kemuliaan. Di Indonesia, karomah ini populer dengan sebutan keramat. Munculnya karamah pada seorang ulama atau wali Allah merupakan penghormatan atau pemuliaan dan isyarat dari Allah atas eksistensi seorang wali di sisi-Nya. Karomah ini tidak dimiliki semua orang kecuali mereka yang diridhoi Indonesia, tak sedikit ulama yang memiliki karomah. Mereka yang mendapat karomah ini selalu menunjukkan kepribadian baik dan meniru jejak Rasulullah SAW dan menjalankan Pagi kali ini kita akan menceritakan sosok Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan atau lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Ia adalah seorang ulama, ahli fiqih, sufi dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Selain berjasa mendirikan Kampung Besilam atau Babussalam, Kabupaten Langkat sekitar 75 kilometer dari Kota Medan, Syekh Abdul Wahab Rokan memiliki karomah yang luar biasa. Tak heran jika makamnya di Kampung Besilam, Langkat, Sumatera Utara tak pernah sepi dari peziaroh. Nama lengkapnya Syekh Abdul Wahhab bin Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir Kampung Danau Runda, Kabupaten Kampar, Riau, pada 19 Rabiul Akhir 1230 H atau 28 September 1811. Wafat pada usia 115 tahun di Babussalam, Langkat, Sumatera Utara, pada Jum'at, 21 Jamadil Awal 1345 H bertepatan dengan 27 Desember 1926. Nama beliau juga diabadikan oleh pendiri Pondok Pesantren Babussalam, Pekanbaru, Riau, sebagai nama lembaga berbadan hukum yang menaungi Pondok Pesantren ini, yaitu Yasasan Syekh Abdul Wahab Abdul Wahab Rokan lahir dengan nama Abu Qosim. Setelah menunaikan ibadah haji ia berganti nama menjadi Haji Abdul Wahab. Sedangkan tambahan nama Rokan menunjukkan bahwa ia berasal dari Sungai Rokan. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpendidikan dan taat beragama. Ayahnya Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Tuanku Abdullah Tambusai, seorang ulama terkemuka di kampungnya. Sedangkan buyutnya bernama Tuanku Tambusai, ulama dan pejuang yang masih keturunan keluarga Kerajaan Islam Siak Seri Inderapura. Ibunya bernama Arbaiyah binti Dagi yang masih keturunan Kesultanan Langkat, Sumatera Utara. Tuan Syekh Abdul Wahab pertama kali mendapat pendidikan Quran langsung dari ayahnya. Setelah ayahnya wafat, ia belajar kepada Tuanku Muhammad Shaleh Tambusai dan Tuanku Haji Abdul Halim Tambusai dan Syekh Muhammad Yusuf di Semenanjung Melayu selama dua tahun 1863, ia menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan memperdalam ilmu keislaman selama enam tahun 1863-1869. Di antara guru-gurunya di Mekkah yaitu Syekh Saidi Syarif Dahlan mufti mazhab Syafi'i. Syekh Hasbullah ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram. Syekh Muhammad Yunus Abdurrahman Batu Bara ulama Indonesia asal tanah Batak dan Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abu Qubais, Sulaiman Zuhdi inilah yang kemudian memberi ijazah pegesahan dan membaiat Syekh Abdul Wahab untuk menyiarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di tanah kelahirannya. Ia menyebarkan tarekatnya tidak hanya di kampungnya saja, namun meliputi wilayah Riau, Tapanuli Selatan, Sumatera Timur, bahkan sampai ke Semenanjung Melayu. Terkait asal-usul Kampung Besilam Langkat ini bermula ketika Syeikh Abdul Wahab mendapatkan wakaf sebidang tanah dari Sultan Langkat pada tahun 1879. Pada tahun 1883, Syekh Abdul Wahab beserta para santrinya kemudian membangun sebuah perkampungan baru di Langkat lengkap dengan masjid dan pesantren. Perkampungan itu semakin berkembang dan diberilah nama Kampung Babussalam yang berarti pintu keselamatan. Masyarakat umum sering menyebutnya Bassilam atau Besilam. Kampung Basilam atau Babussalam ini dibangun Syekh Abdul Wahab pada 1811-1926. Demikian pula nama pesantren dan masjidnya serta kegiatan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang dipimpin Syeikh Abdul Wahab yang kemudian dikenal dengan sebutan Suluk Bassilam. Sebagai seorang ulama sufi, Syekh Abdul Wahab Rokan cukup dikeramatkan penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat tentang beliau cukup populer di kalangan masyarakat Langkat. Di antara karomah beliau yang paling populer adalah ketika diadakannya gotong-royong membangun anak sungai di Kampung Babussalam. Nasi bungkus yang rencananya akan dibagikan kepada peserta gotong-royong ternyata kurang. Nasi yang tersedia hanya 40 bungkus, sementara para pekerja berjumlah ratusan. Melihat itu, Syekh Abdul Wahab menyuruh petugas mengumpulkan kembali nasi yang sudah sempat dibagikan dalam sebuah bakul. Kemudian ia menutupi bakul itu dengan selendangnya dan berdoa. Beberapa saat setelah itu, para petugas kemudian membagikan kembali nasi bungkus itu, dan ternyata jumlahnya berlebih. Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan juga dikenal bisa mendorong perahu-perahu dengan mudah, padahal perahu-perahu itu sangatlah berat dan tak mampu didorong oleh seorang lain, pada saat masa masa penjajahan, Belanda mencurigai Syeikh Abdul Wahab karena tidak pernah kekurangan uang. Lantas Belanda menuduhnya telah membuat uang merasa tersinggung, Syekh Abdul Wahab meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Pada saat hijrah itulah beliau menyempatkan waktu mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di kepergian Syekh Abdul Wahab, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij sekarang bernama Pertamina di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan para penguasa Langkat. Akhirnya Syekh Abdul Wahab dijemput dan dimohon untuk kembali ke Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Kaum buruh dan nelayan senang Abdul Wahab juga dikisahkan pernah ikut dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H atau bertepatan tahun 1891. Menurut cerita dari pihak Belanda yang saat itu sempat mengambil fotonya, Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa. Kemudian menyerang dengan gagah perkasa dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau meriam. Setelah Beliau wafat pada tahun 1926 dalam usia 115 tahun, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke makamnya. Bertepatan dengan hari wafat Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan diadakan acara haul besar peringatan wafat Tuan Guru Pertama, yakni pada tanggal 21 Jumadil Awal setiap tahunnya. Pada momen ini ribuan pengikut dan peziarah dari pelosok Indonesia dan sejumlah negara Asia datang berbondong-bondong ke Besilam. Selain mengikuti acara dzikir bersama, peziaroh juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru Besilam. Di saat itulah Kampung Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena kedatangan ribuan murid, peziarah, ulama hingga para wisatawan. Bagi masyarakat Sumatera Utara, Besilam sangat dihormati karena sosok Tuan Syekh Abdul Wahab berpulangnya Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan, ajaran Tarikat Naqsabandiyah terus diamalkan oleh murid yang menggantikan perannya sebagai penyiar Islam di tanah Langkat. Keadaan kampung Besilam sangat tenang, berada jauh dari pusat keramaian, dan hanya dikelilingi oleh banyak orang memilih Kampung Besilam sebagai tempat tarekat dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebuah pesantren pun berdiri kokoh di tengah kampung. Selain itu terdapat dua masjid, salah satu kompleksnya menjadi makam bagi Syekh Abdul Wahab. Satunya lagi merupakan masjid yang digunakan para santri dan warga kampung untuk Syekh Abdul Wahab adalah ketika sibuk memimpin Tarekat Naqsyabandiyah, ia masih menyempatkan diri menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan kepada jamaah di Babussalam. Wasiat atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru†adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah tarekat, khususnya kepada anak cucu dan keturunannya. Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Dalam munajat itu tampak keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah SAW. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja. Sayangnya, sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi. Sementara itu, naskah asli Syair Sindiran telah diedit dan dicetak ulang dalam Aksara Melayu Indonesia oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh Muhammad Daud Al-Wahab Rokan pada tahun Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, Pustaka Diolah dari berbagai sumber.rhs
SYEKH ABDUL WAHAB ROKAN Di Bumi sumatra Utara lebih tepatnya di daerah langkat, terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung etimologis, “besilam” berarti pintu kesejahteraan. Menurut cerita, kampung ini pertama sekali dibangun oleh Almarhum Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Beliau adalah seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Kampung ini terdapat makam beliau yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan yang dikenal juga dengan Syekh Basilam yang merupakan murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais sekilas, kampung Basilam mirip dengan sebuah pesantren yang terpencil, teduh, asri,dan damai. terlihat ada Mesjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung disebelah masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung, serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selain terdapat makam beliau, dikampung ini juga merupakan pusat penyebaran Tharikat Naqsybandiah Babussalam yang sekarang dipimpin oleh tuan Guru Syekh H. Hasyim Al-Syarwani, atau lebih dikenal Tuan Guru Hasyim. Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda, “Al Ulama Warosatun An biya”, ulama adalah pewaris dari para di dekat makam orang-orang yang shaleh mempunyai pengaruh yang baik terhadap diri kita,salah satu caranya yaitu dengan menziarahinya. Ziarah kubur memiliki banyak hikmah dan manfaat, diantara yang terpenting adalahIa akan mengingatkan akherat dan kematian sehingga dapat memberikan pelajaran dan ibrah bagi orang yang berziarah. Dan itu semua tentu akan memberikan dampak positif dalam kehidupan, mewariskan sikap zuhud terhadap dunia dan materi. Berikut saya masukkan sejarah Syekh Abdul Wahab Rokan yang saya ambil dari beberapa lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 10 Rabiulakhir 1242 H/11 November 1826 M. Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jumaat, 21 Jamadilawal 1345 H/26 Disember 1926 M. Moyangnya Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan golongan raja-raja yang sangat berpengaruh pada zamannya. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang abid dan cukup terkemuka pada saat Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. Masa remaja Syekh Abdul Wahab, lebih banyak dipenuhi dengan mencari dan menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia menamatkan pelajaran Alquran pada Sholeh, seorang ulama besar yang berasal dari Minangkabau. Setelah menamatkan pelajarannya dalam bidang al-Quran, Syekh Abdul Wahab melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan belajar pada Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid, tafsir dan fiqh. Disamping itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah, manthiq dan arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan adalah Fathul Qorib, Minhaj al-Thalibin dan Iqna’. Karena kepiawaiannya dalam menyerap serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh guru-gurunya, ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang ilmu Abdul Wahab kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap ilmu pengetahuan dari Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang di Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun pada guru-guru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat pada Syekh Sulaiman Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”. Syekh Abdul Wahab dalam penelusuran awal yang penulis lakukan, juga memperdalam Tarekat Syaziliyah. Hal ini terbukti dari pencantuman namanya sendiri ketika ia menulis buku 44 Wasiat yakni “Wasiat Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi as-Syazali…”. Selain itu, pada butir kedua dari 44 Wasiat, ia mengatakan “apabila kamu sudah baligh berakal hendaklah menerima Thariqat Syazaliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku”.18 Hanya saja sampai saat ini, penulis belum memperoleh data kapan, dimana dan pada siapa Syekh Abdul Wahab mempelajari Tarekat Syaziliyah ini. Pada saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain pernah diminta untuk membersihkan wc dan kamar mandi guru mereka. Saat itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh Abdul Wahab. Ia melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati. Setelah semua rampung, Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan, mudah-mudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan dihormati oleh termasuk para raja. Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama “Babussalam” ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H 1883 M yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya. Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya’ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa’dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru” adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah tarekat, khususnya kepada anak cucu / dzuriyat-nya. Wasiat ini ditulisnya pada hari Jumat tanggal 13 Muharram 1300 H pukul WIB 20 kira-kira sepuluh bulan sebelum dibangunnya Kampung tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Dalam Munajat ini, terlihat bagaimana keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah Saw. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja. Sayangnya, sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi. Sementara itu, naskah asli Syair Sindiran telah diedit dan dicetak ulang dalam Aksara Melayu Indonesia oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh Muhammad Daud al-Wahab Rokan pada tahun 1986. Dalam praktiknya, tarekat yang diajarkan oleh Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan mengandung dua sistem, yakni pengikut yang hanya mengambil tarekat dan pengikut yang mengambil tarekat sekaligus melaksanakan suluk pengasingan diri. Pengikut dari golongan pertama mengambil tarekat dari mursyid syekh dan diharuskan melaksanakan zikir qalbi menyebut nama Allah dalam hati setiap hari sekurang-kurangnya kali. Mereka dibenarkan ikut ber-khatam tawajjuh menamatkan Al-Quran di Madrasah Besar Babussalam sewaktu-waktu. Bersamaan dengan itu, ia sudah terikat dengan aturan dan adab golongan kedua tidak saja melaksanakan zikir qalbi dan ikut ber-khatam tawajjuh, tetapi juga melaksanakan suluk. Suluk hampir sama dengan ber-khalwat, yakni menyepi dan mengasingkan diri dari masyarakat ramai di sebuah bangunan yang dinamai rumah suluk tempat latihan rohani. Suluk ini ada kalanya dijalani selama 10 hari, 20 hari atau 40 hari. Tujuan suluk adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dapat membimbangkan dari mengingat Allah. Persulukan dimulai sesudah melaksanakan khatam tawajjuh, selesai shalat Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem kolonialisme. Beliau mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu dengan Tjokroaminoto dan mendirikan cabang Syarikat Islam di Babussalam di bawah pimpinan H. Idris Kelantan. Nama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan sendiri tercantum sebagai penasihat juga pernah ikut terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H. Menurut cerita dari pihak Belanda yang pada saat itu sempat mengambil fotonya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa, menyerang dengan gagah perkasa, dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau menetap di Langkat, pihak Belanda sendiri memberikan penghargaan kepada Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan atas jasa-jasanya dalam membangun Kampung Besilam Babussalam dan menyebarkan kebenaran kepada penduduk. Terlepas dari motif di belakangnya, pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1341 H 1923, Asisten Residen Van Arken bersama Sultan Langkat menghadiahi beliau bintang kehormatan dari emas. Bintang emas itu dilekatkan ke dadanya lewat satu upacara besar yang disaksikan ribuan hadirin. Setelah bintang itu diterimanya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan duduk menghadap kiblat dan menyampaikan pesan agar kiranya Ratu Belanda mau masuk agama Islam. Bintang tanda jasa itu sendiri dikembalikannya kepada Sultan Langkat yang memang dikenal sangat dekat dengan Belanda. Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan meminta maaf seraya mengatakan bahwa penghargaan itu tidak cukup menggembirakan karena merupakan cemeti yang keras bagi badannya yang sudah uzur, yang seharusnya dituntut lebih bersungguh-sungguh dalam menjunjung tinggi perintah Tuhan. Kepada khalayak ia berseru “Orang Belanda saja sudah menghargai kita dalam menjalankan agama Islam, jadi kita sendiri pun harus lebih taat beribadah dan menjauhi larangan-Nya”. Sebagai seorang yang sangat dipuja pengikutnya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan cukup dikeramatkan oleh penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat tentang beliau yang cukup populer di kalangan masyarakat Langkat bisa dilihat sebagai diadakan gotong-royong membangun anak sungai di Kampung Babussalam, nasi bungkus yang rencananya akan dibagikan kepada peserta gotong-royong kurang jumlahnya. Nasi yang tersedia hanya 40 bungkus, sementara para pekerja berjumlah ratusan. Melihat hal itu, Tuan Syekh menyuruh petugas mengumpulkan kembali nasi yang sudah sempat dibagikan dalam sebuah bakul. Kemudian ia menutupi bakul itu dengan selendangnya dan berdoa. Beberapa saat sesudah itu, disuruhnya para petugas membagikan kembali nasi bungkus itu, dan ternyata jumlahnya Syekh Abdul Wahab Rokan juga dikenal mampu mendorong perahu-perahu dengan mudah, padahal perahu-perahu itu sangatlah berat dan tak mampu didorong oleh seorang saja. Kisah lain, pada suatu masa pihak Belanda merasa curiga karena ia tidak pernah kekurangan uang. Lantas mereka menuduhnya telah membuat uang palsu. Beliau merasa sangat tersinggung, sehingga ia meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Sebagai informasi, pada saat itulah kesempatan beliau mengembangkan tarekat Naqsabandiyah di Malaysia, di mana sebagian pengikutnya adalah rombongan tour yang sedang kami handle saat ini. Nah, selama kepergiannya itu, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij sekarang Pertamina di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan sekitar Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan kepada para penguasa Langkat. Akhirnya ia dijemput dan dimohon untuk menetap kembali di Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Kaum buruh dan nelayan senang sekali. Sesudah beliau wafat, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke kuburnya. Konon pula, ada pengunjung yang ingin meminta anak laki-laki setelah ia mempunyai 8 anak perempuan. Tak lama kemudian ia mendapatkan anak laki-laki. Banyak lagi cerita-cerita keramat di seputar sosok Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan dan kuburannya. Setahun sekali, bertepatan dengan hari wafat Tuanku Guru Abdul Wahab Rokan tanggal 27 Desember 1926, diadakan acara haul besar peringatan wafat Tuan Guru Pertama. Saat inilah datang ribuan murid dan peziarah dari seluruh pelosok Asia dan Indonesia ke Basilam. Di hari pertama dan kedua haul, pada malam hari seusai shalat isya, para khalifah sebutan pengikutnya dan peziarah melakukan dzikir di depan makam Tuan Guru pertama Abdul Wahab Rokan. Peziarah datang ke sini selain untuk mengikuti acara dzikir bersama di makam Tuan Guru Pertama, juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru Basilam. Di saat inilah, kampung Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis ke mari membawa ribuan wisatawan, khalifah, dan peziarah.
silsilah tuan guru besilam